Problematika Pendidikan di Indonesia
Rijwan Munawan
Latar Belakang
Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan suatu
bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan bahkan
Malaysia menempatkan pendidikan sebagai faktor strategis dalam memajukan
bangsanya. Pendidikan yang berkualitas dapat menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas dan produktif. Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun
pendidikan merupakan barometer tingkat kemajuan bangsa tersebut. Pendidikan
sudah kita terima sejak lahir. Pendidikan bisa bersifat formal ataupun informal.
Informal maknanya pendidikan bisa kita dapatkan melalui lingkungan, pergaulan,
dan keseharian di rumah. Sedangkan, formal dalam artian pendidikan diperoleh
melalui jalur resmi pendidikan seperti sekolah atau perguruan tinggi.
Di Indonesia, upaya pembangunan pendidikan formal juga dilakukan di
berbagai jenjang, mulai dari pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan
tinggi. Semua jenjang ini diharapkan memenuhi fungsi dan mencapai tujuan
pendidikan nasional, seperti yang terdapat dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yaitu berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI) yang dirilis pada tanggal 5 Oktober 2009 Indonesia berada pada
kategori Pembangunan Manusia Menengah dengan Indeks IPM 0,734, dan berada di
urutan ke-111 dari 180 negara. Posisi ini kalah jauh dari negara tetangga kita,
Malaysia, yang berada pada kategori Pembangunan Manusia Tinggi dengan indeks
IPM 0,829, dan berada pada urutan ke-66. IPM merupakan pengukuran perbandingan
dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua
negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah
negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Masalah-masalah pendidikan sudah dianggap sebagai sebuah kelaziman.
Kini saatnya mengubah cara pandang tersebut di dalam seluruh institusi
birokrasi. Potret buruk pendidikan hari ini, apa pun sebabnya adalah tanggung
jawab kita di birokrasi pendidikan. Permasalahan dalam pendidikan di negeri ini
tanggung jawab kita semua selaku warga negara yang memiliki kewajiban dalam
mengisi kemerdekaan. Dengan berbagai macam masalah-masalah dalam pendidikan di
negara Indonesia, menjadi cerminan taraf kemajuan bangsa Indonesia.
Rumusan Masalah
Selaku bangsa yang menuju kepada kemajuan, pendidikan merupakan
salah satu taraf yang paling penting. Namun melihat dengan kompleksnya
permasalahan-permasalahan yang ada membuat bangsa ini harus bisa membenahi
terlebih dahulu dalam hal kualitas pendidikan. Maka dari itu, penulis mencoba
merumuskan suatu permasalahan mengenai bagaimana permasalahan pendidikan yang
ada di Indonesia ini serta bagaimana solusi yang harus dilakukan dalam
menangani problematika permasalahan dalam pendidikan di negeri ini.
Pembahasan
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang disengaja,
terencana, terpola, dan dapat dievaluasi, yang diberikan kepada peserta didik
oleh pendidik agar tercapai kemampuan yang optimal. Pendidikan pada hakikatnya
bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan yang
ada dalam diri peserta didik. Potensi-potensi dimaksud diharapkan agar tumbuh
dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan
kebudayaan bangsa. Oleh karena itu pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan
mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil manusia
dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan
bahagia. Dalam pendidikan terdapat upaya
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam rangka mendewasakan
atau mengembangkan potensi peserta didik. Setiap peserta didik memiliki potensi
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, seharusnya pendidikan
disesuaikan dengan kondisi setiap peserta didik.
Model kegiatan pendidikan di sekolah yang lebih banyak
menyeragamkan pola pengajaran secara klasikal, sesungguhnya kurang tepat. Model
pembelajaran klasikal, dengan slogan “masuk bareng keluar bareng” menyalahi
dari konsep pendidikan yang sesungguhnya. Pembelajaran di sekolah sebagai salah
satu bentuk model pendidikan, seharusnya dilakukan dengan asas demokrasi. Dalam
asas demokrasi, pendidikan harus berlangsung dan disesuaikan dengan potensi dan
kecepatan daya tangkap masing-masing peserta didik. Pendidikan harus dilakukan dalam upaya
mengembangkan semua ranah atau dimensi yang ada dalam diri peserta didik. Ada 5
(lima) potensi atau ranah pendidikan yang harus dikembangkan dalam diri setiap
peserta didik yaitu: ranah pikir, ranah rasa, ranah karsa, ranah religi, dan
ranah raga. Ranah pikir merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan
akal pikiran dan penalaran. Potensi pikir peserta didik ada di dalam otak (brain)
peserta didik. Ranah rasa merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan
aspek emosional baik berupa amarah, kesedihan, ketenangan, maupun kegembiraan.
Di Indonesia, peran pendidikan dalam membangun
martabat dan peradaban manusia masih sebatas wacana karena dilihat dari sisi
capaian dalam pendidikan masih jauh dari harapan semestinya. Menurut mantan menteri
pendidikan Anies Baswedan, dalam silaturahmi dengan kepala dinas Jakarta pada 1
Desember 2014, bahwa pendidikan di Indonesia berada dalam posisi gawat darurat.
Beberapa kasus yang menggambarkan kondisi ini diantaranya adalah Indonesia
merupakan negara yang masuk dalam kategori negara berkembang. Maka
pendidikannya juga masih dikatakan berkembang. Dalam sebuah berita online
mantan Menteri Pendidikan, Anies Baswedan mengatakan pendidikan Indonesia
sedang dalam gawat darurat. Berikut beberapa data mengenai hasil buruk yang
dicapai dunia pendidikan Indonesia pada beberapa tahun terakhir yaitu:
- Sebanyak 75 % sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan
minimal pendidikan.
- Nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 44,5. Padahal nilai
standar kompetensi guru adalah 75.
- Indonesia masuk dalam peringkat 40 dari 40 negara pada pemetaan
kualitas pendidikan, menurut lembaga The Learning Curve.
- Dalam pemetaan di bidang pendidikan tinggi, Indonesia berada di
peringkat 49, dari 50 negara yang diteliti.
- Pendidikan Indonesia masuk dalam peringkat 64 dari 65 negara yang
dikeluarkan oleh lembaga Programme for International Study Assessment
(PISA), pada tahun 2012. Tren kinerja pendidikan Indonesia pada pemetaan
PISA pada tahun 2003,2006,2009,dan 2012 cenderung stagnan.
- Indonesia menjadi peringkat 103 dunia negara yang dunia pendidikannya
diwarnai aksi suap-menyuap dan pungutan liar. Selain itu, pada
Oktober-November 2014 angka kekerasan yang melibatkan siswa di dalam dan
di luar sekolah di Indonesia mencapai 230 kasus.
Data di atas,
ini menunjukkan bahwa layanan pendidikan di Indonesia cukup rendah karena hanya
25 % layanan pendidikan di Indonesia masuk dalam kategori layak. Secara umum
mutu pendidikan di Indonesia juga rendah karena Indonesia menduduki posisi
akhir diantara negara-negara lainnya yaitu berada pada peringkat yang ke 40
dengan rincian sebagai berikut; pada jenjang pendidikan tinggi Indonesia berada
pada posisi 49 dari 50, sedangkan pada jenjang pendidikan di bawahnya juga
masih berada pada posisi bawah; Indonesia berada pada posisi 40 dari 42 negara.
Jadi realitanya adalah layanan pendidikan dan mutu pendidikan d Indonesia
sangat buruk serta perlu segera dibenahi agar dunia pendidikan di Indonesia
tidak semakin terpuruk. Dengan terpuruknya sektor pendidikan maka secara
langsung maupun tidak langsung akan berimbas pada sektor-sektor lainnya.
Terkait
dengan masalah mutu pendidikan, data dari Balitbang (2003) juga menunjukkan
data bahwa dari 146.052 SD di Indonesia hanya 8 sekolah saja yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP), dari
20.918 SMP di Indonesia hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia sebagai The
Middle Years Programe (MYP) dan dari 8.036 SMU hanya 7 mendapat pengakuan
dunia sebagai The Diploma Program (DP).
Data dari
Balitbang menegaskan bahwa mutu pendidikan harus mendapatkan perhatian serius
dari pemerintah serta masyarakat Indonesia agar semua anak-anak Indonesia dapat
mengenyam pendidikan yang bermutu. Tanpa pendidikan yang bermutu,
lulusan-lulusan yang dihasilkan tentu tidak bermutu juga.
Dengan rendahnya layanan pendidikan dan mutu
pendidikan, akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk mendapatkan lulusan yang
berkualitas. Rendahnya kualitas lulusan tentu menghambat perubahan bangsa
Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat dan memiliki peradapan yang
maju.
Transformasi
dalam pendidikan Indonesia mencakup:
1. Kebijakan pendidikan, pendidikan di Indonesia harus
mengarah pada pola pembelajaran abad 21 yang lebih berpusat pada siswa.
2. Pengembangan kompetensi guru, guru harus mengubah
proses pembelajaran dari tradisional yang berpusat pada guru menjadi berpusat
pada siswa.
3. Teknologi, pembelajaran harus berbasis teknologi;
terjadi integrasi teknologi dalam proses belajar mengajar.
4. Riset dan evaluasi, kegiatan ilmiah berupa riset
harus memiliki porsi besar. Setiap proses ilmiah diberikan tindak lanjut
sehingga pendidikan selalu dalam kondisi aktual dalam pengembangan dunia
pendidikan.
5. Kurikulum, Penerapan kurikulum K-13 yang berbasis scientific
approach merupakan langkah awal yang tepat dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia agar menghasilkan lulusan yang berkualitas meskipun
kurikulum ini masih diperlukan perbaikan-perbaikan terutama pada asesmennya
Masalah-masalah
pendidikan sudah dianggap sebagai sebuah kelaziman. Kini saatnya mengubah cara
pandang tersebut didalam seluruh institusi birokrasi. Potret buruk pendidikan
hari ini, apapun sebabnya adalah tanggung jawab kita di birokrasi pendidikan. Paparan
ini tidak berpretensi untuk sekadar memberikan perintah dan target, tetapi
mengajak semua pihak di dalam birokrasi untuk mencari terobosan kreatif dan
mengajak masyarakat untuk membereskan masalah pendidikan. Jumlah institusi
pendidikan dasar dan menengah terus meningkat sejak jaman kemerdekaan. Kini
jumlahnya : Terdapat Sekolah Dasar 148.061 Sekolah Dasar,36.210 Sekolah
Menengah dan 25.580 Sekolah Menengah Kejuruan. Angka partisipasi pendidikan
dasar terus meningkat: pada 1975 sebesar 75%, 1980 sebesar 88%, 2000 sebesar
92%, 2004 sebesar 93%, 2006 sebesar 94%, dan 2007sebesar 95%. Pemberantasan
buta huruf terus digalakkan : pada 1945 angka buta huruf 95% dan pada 2011 buta
huruf hanya 8%.
Kinerja baik Indonesia
pada beberapa pemetaan global, Kapasitas Berinovasi berada di urutan 30
dari 142 negara, atau setara dengan: Selandia Baru atau lebih baik dari:
Spanyol, Hong Kong. Favoritisme dalam Pengambilan Keputusan, Indonesia berada
di urutan 36, setara dengan: Austria, lebih baik dari: Prancis, Brazil, Amerika
Serikat. Tingkat Upah dan Produktivitas, Indonesia berada di urutan 28,
setara dengan: Irlandia, lebih baik dari: Denmark, Jerman, Norwegia. Inefisiensi
Belanja Pemerintahan, Indonesia berada di urutan 34, setara dengan Taiwan,
lebih baik dari: Jerman, Inggris, Israel. Keberdayaan/kecermatan Konsumen,
Indonesia berada di urutan 51, setara dengan Brazil, lebih baik dari Russia,
Turki, Brunei. Beban Regulasi Pemerintah, Indonesia berada di urutan,
setara dengan Luxemburg, lebih baik dari Austria dan Belanda. Namun, berita
buruknya 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar
layanan minimal pendidikan. Hal tersebut berdasarkan pemetaan oleh KEMDIKBUD
terhadap 40.000 sekolah pada tahun 2012 ternyata 44,5 nilai rata-rata uji
kompetensi guru. Padahal, standar yang diharapkan adalah 70. Hal tersebut
terungkap dari Hasil Uji Kompetensi Guru pada tahun 2012 terhadap 460.000 guru.
Posisi Indonesia di urutan 40 dari 40 negara pada pemetaan The Learning
Curve - Pearson. Indonesia juga termasuk pada 10 negara berkinerja
terendah dan berada pada peringkat 49 dari 50 negara pada pemetaan mutu
pendidikan tinggi. Indonesia berada pada posisi 40 dari 42 negara untuk
literasi sains, berdasarkan pemetaan Trends in International Mathematics and
Science Studies tahun 2011.
Pemetaan TIMSS & PIRLS 2011 menyebutkan Kinerja Indonesia pada Mathematics berada di urutan 38 dari 42 negara, Science 40/42 negara, dan Reading 41/45.
Indonesia juga ada pada posisi 64 dari 65 negara pada pemetaan PISA pada tahun 2012
Kinerja Indonesia ada pada posisi stagnan sejak PISA tahun 2000, tidak menunjukkan peningkatan/penurunan signifikan. Cenderung stagnan pada nilai kinerja rendah.
Pada PISA bidang literasi Matematika : 76% Anak Indonesia di PISA yang tidak mencapai level 2 yang merupakan level minimal untuk keluar dari kategori low achievers. Jumlah anak yang mencapai level tertinggi (5 dan 6) hanya 0,3%. UNESCO pada 2012 menyebut hanya minat baca orang Indonesia hanya 0,001 atau hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia punya minat baca serius.
Pemetaan TIMSS & PIRLS 2011 menyebutkan Kinerja Indonesia pada Mathematics berada di urutan 38 dari 42 negara, Science 40/42 negara, dan Reading 41/45.
Indonesia juga ada pada posisi 64 dari 65 negara pada pemetaan PISA pada tahun 2012
Kinerja Indonesia ada pada posisi stagnan sejak PISA tahun 2000, tidak menunjukkan peningkatan/penurunan signifikan. Cenderung stagnan pada nilai kinerja rendah.
Pada PISA bidang literasi Matematika : 76% Anak Indonesia di PISA yang tidak mencapai level 2 yang merupakan level minimal untuk keluar dari kategori low achievers. Jumlah anak yang mencapai level tertinggi (5 dan 6) hanya 0,3%. UNESCO pada 2012 menyebut hanya minat baca orang Indonesia hanya 0,001 atau hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia punya minat baca serius.
Kekerasan fisik juga menjadi
berita yang tiada henti, baik kekerasan fisik oleh/terhadap pelajar
yang terjadi di luar sekolah. Tidak hanya fisik, tapi juga kekerasan seksual
oleh/terhadap pelajar di luar sekolah. Kekerasan seksual bahkan terjadi
di DALAM lingkungan persekolahan. Dalam penelusuran sementara, terdapat lebih
dari 230 berita kekerasan anak/pelajar di media daring selama periode bulan
Oktober-November 2014.
Indonesia berada pada
posisi 103 dari 142 negara dalam hal Suap Menyuap dan Pungutan Liar, setara
dengan: Moldova, lebih buruk dari: Senegal, Mozambik, Ethiopia. Transparansi
dalam Pemerintahan berada pada posisi 87, setara dengan Tanzania dan Burkina
Faso, lebih buruk dari: Benin, Malawi, Sri Lanka. Dalam hal Kejahatan
Terorganisir, Indonesia berada pada posisi 109, setara dengan: Burundi
atau lebih buruk dari: Kamboja, Bangladesh.
Dalam hal Perilaku Etis oleh Perusahaan, Indonesia di urutan 107 atau setara dengan Kenya, lebih buruk dari Zimbabwe, Burkina Faso.
Dalam hal Perilaku Etis oleh Perusahaan, Indonesia di urutan 107 atau setara dengan Kenya, lebih buruk dari Zimbabwe, Burkina Faso.
a. Reformasi Pendidikan Tiongkok
1) Reformasi Evaluasi Hijau
Pada bulan Juni 2013,
pemerintah pusat Cina mengeluarkan panduan untuk seluruh propinsi dalam
mereformasi model penilaian mutu pendidikan. Ada 5 area yang jadi penilaian:
- Perkembangan Moral yang diindikasikan
oleh perilaku dan kebiasaan, kewarganegaraan, kepribadian dan karakter,
serta ambisi dan prinsip-prinsip yang dianut.
- Perkembangan Akademik yang
diindikasikan oleh pengetahuan dan keahlian, pemikiran disiplin, kemampuan
aplikasi serta kreativitas.
- Kesehatan Jiwa dan Raga yang
diindikasikan oleh kebugaran fisik, kebiasaan hidup sehat, selera artistik
dan keindahan, kesehatan emosional, kemampuan mengendalikan diri serta
komunikasi interpersonal.
- Perkembangan Minat dan Bakat Unik yang
diindikasikan oleh rasa ingin tahu, bakat dan keahlian unik, serta penemuan
dan pengembangan potensi diri.
- Pengurangan Beban Akademik yang
diindikasikan oleh waktu belajar misalnya: lamanya jam pelajaran,
pekerjaan rumah, waktu untuk tidur, dll.), kualitas instruksi, tingkat
kesulitan pelajaran serta tekanan akademik. Pengurangan Beban Akademik
Pada bulan Agustus 2013, pemerintah Cina mengeluarkan dokumen lanjutan untuk mendorong daerah dan sekolah mengurangi beban akademik bagi siswa pendidikan dasar: - Penerimaan siswa yang transparan dan
hanya berdasarkan domisili siswa.
- Pengelompokan siswa dan guru secara
seimbang dan acak, tanpa kelas-kelas khusus.
- Pengajaran dengan asumsi
kecakapan siswa mulai nol dan tidak ada ekspektasi akademik tinggi.
- Tidak ada pekerjaan rumah tertulis,
tapi boleh memberi PR dengan ortu dan masyarakat.
- Mengurangi ujian. Standardized test
dilarang untuk kelas 1-3 SD. Berikutnya, hanya boleh satu per semester.
- Evaluasi kategorikal. Sekolah
tidak boleh memberi nilai angka, tapi kategori mulai cukup sampai luar biasa.
- Meminimalkan material tambahan. Hanya
boleh satu material tambahan selain buku utama.
- Tidak boleh ada kelas tambahan.
- Kegiatan olahraga minimal satu jam.
Sekolah juga harus berikan waktu istirahat dan relaksasi yang cukup.
- Memperkuat dukungan pada sekolah.
Otoritas pendidikan di semua tingkat kepemerintahan harus melakukan
inspeksi secara periodik dan mengawasi langkah nyata dalam mengurangi
beban akademik siswa, serta wajib mempublikasikan temuannya.
b. Reformasi Pendidikan Korsel
Pengaruh College Scholastic Aptitude Test
[CSAT/SUNEUNG] yang dianggap sakral, mengakibatkan pendidikan Korsel
lebih banyak digerakkan oleh hagwon/bimbel.
Pemerintah Korsel melakukan beberapa reformasi untuk mengurangi ketergantungan pada tes. Mengadakan razia kepada hagwon yang masih ada kegiatan belajar di atas jam 22.00. Mendorong universitas melakukan penerimaan mahasiswa tidak hanya berdasar CSAT.
Pemerintah Korsel melakukan beberapa reformasi untuk mengurangi ketergantungan pada tes. Mengadakan razia kepada hagwon yang masih ada kegiatan belajar di atas jam 22.00. Mendorong universitas melakukan penerimaan mahasiswa tidak hanya berdasar CSAT.
c. Reformasi Pendidikan AS
Karena merasa tertinggal oleh negara-negara Asia Timur
dalam berbagai pemetaan pendidikan global, Amerika Serikat mendorong inisiatif
kurikulum inti. Pemerintah federal
menggunakan politik anggaran untuk mendorong negara bagian menyesuaikan
kurikulum daerah dan tes terstandarnya dengan Common Core. Ironisnya, ketika AS mengetatkan
standardisasi untuk mengejar Cina dan Korsel, justru Cina dan Korsel
mereformasi pendidikannya menjadi lebih fleksibel seperti pendidikan AS
sebelumnya.
d. Reformasi Pendidikan Polandia
Pada tahun 1998, Polandia melakukan reformasi pendidikan dimulai dengan
membuat kurikulum inti yang baru. Polandia juga mengirimkan 25% guru kembali ke
LPTK untuk dididik kembali, serta mengubah jalur pendidikan dengan memundurkan
penjurusan siswa selama setahun. Terakhir, guru diberi otonomi untuk memilih
buku teks sendiri serta mengembangkan atau memilih di antara lebih dari 100
opsi kurikulum spesifik yang sudah disetujui oleh pemerintah pusat.
e. Reformasi Pendidikan Inggris
Pemerintah Inggris baru saja menerapkan kurikulum baru yang menjadi
pembicaraan karena memasukkan materi pemrograman komputer kepada siswa sejak
dini untuk melatih kemampuan logika. Perubahan kurikulum dilakukan secara
bertahap: diumumkan pada 2010, dilanjutkan penyusunan dan uji publik intensif
selama dua tahun, uji coba penerapan pada tahun 2013, diakhiri dengan penerapan
bertahap mulai tahun 2014 sampai dengan 2017.
f. Reformasi Pendidikan Finlandia
Reformasi pendidikan Finlandia dimulai sejak akhir 1970-an dan awal
1980-an, melalui tiga fase:
- 1980-an: Berpikir ulang tentang
dasar-dasar teoretis dan metodologis persekolahan.
- 1990-an: Peningkatan melalui platform
berjejaring dan perubahan yang dikelola secara mandiri oleh satuan
pendidikan.
- 2000-an: Efisiensi administrasi dan
struktur pendidikan dan persekolahan.
- Reformasi pendidikan di Finlandia
dilepaskan dari kepentingan politik. Pemerintah yang berganti-ganti tidak
membatalkan arah reformasi. Beberapa poin penting pendidikan Finlandia
diantaranya:
- Guru adalah profesi yang sangat
dihormati dan memiliki otonomi besar dalam mengendalikan konten & arah
pembelajaran.
- Sekolah negeri sangat mendominasi
karena pemerintah berusaha mewujudkan paradigma setiap sekolah adalah
sekolah baik.
- Pendidikan Finlandia berusaha mengejar
kesetaraan bukan kesempurnaan, berusaha mendorong kooperasi, bukan
kompetisi.
- Finlandia menggunakan closed loop
system yang mendukung lifelong learning.
Pendidikan Finlandia dan Ki Hadjar Dewantara
Finlandia menempatkan
standardisasi pendidikan secara proporsional sementara Ki Hadjar Dewantara
beranggapan bahwa jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa
diseragamkan. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu
dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi. [Pusara, Januari
1940]
Di Finlandia kesetaraan berpengaruh besar pada kinerja
pendidikan. Begitu pun dengan Ki Hadjar Dewantara, rakyat perlu diberi hak dan
kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan berkualitas sesuai kepentingan
hidup kebudayaan dan kepentingan hidup kemasyarakatannya. Di Finlandia standardisasi
kaku dan berlebihan adalah musuh kreativitas.
Ki Hadjar Dewantara beranggapan bahwa anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, tak mungkin pendidik mengubah padi menjadi jagung, atau sebaliknya. Finlandia anak harus bermain. Juga Ki Hadjar Dewantara bermain adalah tuntutan jiwa anak untuk menuju ke arah kemajuan hidup jasmani maupun rohani. Ironis ketika negara lain menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang ditulis puluhan tahun lalu dan sukses meningkatkan kinerja pendidikan mereka, kita sendiri semakin terasing dari pemikiran-pemikirannya.
Ki Hadjar Dewantara beranggapan bahwa anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, tak mungkin pendidik mengubah padi menjadi jagung, atau sebaliknya. Finlandia anak harus bermain. Juga Ki Hadjar Dewantara bermain adalah tuntutan jiwa anak untuk menuju ke arah kemajuan hidup jasmani maupun rohani. Ironis ketika negara lain menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang ditulis puluhan tahun lalu dan sukses meningkatkan kinerja pendidikan mereka, kita sendiri semakin terasing dari pemikiran-pemikirannya.
Kesimpulan
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat jauh jika dibandingkan dengan
beberapa negara-negara lainnya. Masih banyak problematika yang harus dibenahi
oleh pemerintah dalam menangani permasalahan pendidikan ini. Dengan membangun
kualitas pendidikan juga meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. pendidikan di Indonesia berada dalam posisi gawat darurat.
Beberapa kasus yang menggambarkan kondisi ini diantaranya adalah Indonesia
merupakan negara yang masuk dalam kategori negara berkembang. Maka
pendidikannya juga masih dikatakan berkembang. Maka dari itu, dalam menangani
masala-hmasalah pendidikan di negeri ini, perlu bekerja sama antar elemen
pemerintahan dan dibantu dengan masyarakat. Pemerintah tidak bisa bekerja
sendiri, tetapi perlu melibatkan masyarakat dan orang-orang yang punya
kepentingan bagi terwujudnya Indonesia yang maju.
Daftar Pustaka
ANTARA News. 2014. Gawat darurat
pendidikan di Indonesia ( Mendikbud Anies Baswedan). (online) diakses tanggal
19 April pukul 11.30.
Sujarwo.2015. Pendidikan Di Indonesia
Memprihatinkan. Yogyakarta: UNY
ConversionConversion EmoticonEmoticon