Problematika Pendidikan Di Indonesia

Problematika Pendidikan di Indonesia
Rijwan Munawan

Latar Belakang
Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan bahkan Malaysia menempatkan pendidikan sebagai faktor strategis dalam memajukan bangsanya. Pendidikan yang berkualitas dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun pendidikan merupakan barometer tingkat kemajuan bangsa tersebut. Pendidikan sudah kita terima sejak lahir. Pendidikan bisa bersifat formal ataupun informal. Informal maknanya pendidikan bisa kita dapatkan melalui lingkungan, pergaulan, dan keseharian di rumah. Sedangkan, formal dalam artian pendidikan diperoleh melalui jalur resmi pendidikan seperti sekolah atau perguruan tinggi.
Di Indonesia, upaya pembangunan pendidikan formal juga dilakukan di berbagai jenjang, mulai dari pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi. Semua jenjang ini diharapkan memenuhi fungsi dan mencapai tujuan pendidikan nasional, seperti yang terdapat dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yaitu berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) yang dirilis pada tanggal 5 Oktober 2009 Indonesia berada pada kategori Pembangunan Manusia Menengah dengan Indeks IPM 0,734, dan berada di urutan ke-111 dari 180 negara. Posisi ini kalah jauh dari negara tetangga kita, Malaysia, yang berada pada kategori Pembangunan Manusia Tinggi dengan indeks IPM 0,829, dan berada pada urutan ke-66. IPM merupakan pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Masalah-masalah pendidikan sudah dianggap sebagai sebuah kelaziman. Kini saatnya mengubah cara pandang tersebut di dalam seluruh institusi birokrasi. Potret buruk pendidikan hari ini, apa pun sebabnya adalah tanggung jawab kita di birokrasi pendidikan. Permasalahan dalam pendidikan di negeri ini tanggung jawab kita semua selaku warga negara yang memiliki kewajiban dalam mengisi kemerdekaan. Dengan berbagai macam masalah-masalah dalam pendidikan di negara Indonesia, menjadi cerminan taraf kemajuan bangsa Indonesia.
Rumusan Masalah
Selaku bangsa yang menuju kepada kemajuan, pendidikan merupakan salah satu taraf yang paling penting. Namun melihat dengan kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada membuat bangsa ini harus bisa membenahi terlebih dahulu dalam hal kualitas pendidikan. Maka dari itu, penulis mencoba merumuskan suatu permasalahan mengenai bagaimana permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia ini serta bagaimana solusi yang harus dilakukan dalam menangani problematika permasalahan dalam pendidikan di negeri ini.
Pembahasan
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang disengaja, terencana, terpola, dan dapat dievaluasi, yang diberikan kepada peserta didik oleh pendidik agar tercapai kemampuan yang optimal. Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan yang ada dalam diri peserta didik. Potensi-potensi dimaksud diharapkan agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan bangsa. Oleh karena itu pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan bahagia.  Dalam pendidikan terdapat upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam rangka mendewasakan atau mengembangkan potensi peserta didik. Setiap peserta didik memiliki potensi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, seharusnya pendidikan disesuaikan dengan kondisi setiap peserta didik.
Model kegiatan pendidikan di sekolah yang lebih banyak menyeragamkan pola pengajaran secara klasikal, sesungguhnya kurang tepat. Model pembelajaran klasikal, dengan slogan “masuk bareng keluar bareng” menyalahi dari konsep pendidikan yang sesungguhnya. Pembelajaran di sekolah sebagai salah satu bentuk model pendidikan, seharusnya dilakukan dengan asas demokrasi. Dalam asas demokrasi, pendidikan harus berlangsung dan disesuaikan dengan potensi dan kecepatan daya tangkap masing-masing peserta didik.  Pendidikan harus dilakukan dalam upaya mengembangkan semua ranah atau dimensi yang ada dalam diri peserta didik. Ada 5 (lima) potensi atau ranah pendidikan yang harus dikembangkan dalam diri setiap peserta didik yaitu: ranah pikir, ranah rasa, ranah karsa, ranah religi, dan ranah raga. Ranah pikir merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan akal pikiran dan penalaran. Potensi pikir peserta didik ada di dalam otak (brain) peserta didik. Ranah rasa merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan aspek emosional baik berupa amarah, kesedihan, ketenangan, maupun kegembiraan.
Di Indonesia, peran pendidikan dalam membangun martabat dan peradaban manusia masih sebatas wacana karena dilihat dari sisi capaian dalam pendidikan masih jauh dari harapan semestinya. Menurut mantan menteri pendidikan Anies Baswedan, dalam silaturahmi dengan kepala dinas Jakarta pada 1 Desember 2014, bahwa pendidikan di Indonesia berada dalam posisi gawat darurat. Beberapa kasus yang menggambarkan kondisi ini diantaranya adalah Indonesia merupakan negara yang masuk dalam kategori negara berkembang. Maka pendidikannya juga masih dikatakan berkembang. Dalam sebuah berita online mantan Menteri Pendidikan, Anies Baswedan mengatakan pendidikan Indonesia sedang dalam gawat darurat. Berikut beberapa data mengenai hasil buruk yang dicapai dunia pendidikan Indonesia pada beberapa tahun terakhir yaitu:
  1. Sebanyak 75 % sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan.
  2. Nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 44,5. Padahal nilai standar kompetensi guru adalah 75.
  3. Indonesia masuk dalam peringkat 40 dari 40 negara pada pemetaan kualitas pendidikan, menurut lembaga The Learning Curve.
  4. Dalam pemetaan di bidang pendidikan tinggi, Indonesia berada di peringkat 49, dari 50 negara yang diteliti.
  5. Pendidikan Indonesia masuk dalam peringkat 64 dari 65 negara yang dikeluarkan oleh lembaga Programme for International Study Assessment (PISA), pada tahun 2012. Tren kinerja pendidikan Indonesia pada pemetaan PISA pada tahun 2003,2006,2009,dan 2012 cenderung stagnan.
  6. Indonesia menjadi peringkat 103 dunia negara yang dunia pendidikannya diwarnai aksi suap-menyuap dan pungutan liar. Selain itu, pada Oktober-November 2014 angka kekerasan yang melibatkan siswa di dalam dan di luar sekolah di Indonesia mencapai 230 kasus.
Data di atas, ini menunjukkan bahwa layanan pendidikan di Indonesia cukup rendah karena hanya 25 % layanan pendidikan di Indonesia masuk dalam kategori layak. Secara umum mutu pendidikan di Indonesia juga rendah karena Indonesia menduduki posisi akhir diantara negara-negara lainnya yaitu berada pada peringkat yang ke 40 dengan rincian sebagai berikut; pada jenjang pendidikan tinggi Indonesia berada pada posisi 49 dari 50, sedangkan pada jenjang pendidikan di bawahnya juga masih berada pada posisi bawah; Indonesia berada pada posisi 40 dari 42 negara. Jadi realitanya adalah layanan pendidikan dan mutu pendidikan d Indonesia sangat buruk serta perlu segera dibenahi agar dunia pendidikan di Indonesia tidak semakin terpuruk. Dengan terpuruknya sektor pendidikan maka secara langsung maupun tidak langsung akan berimbas pada sektor-sektor lainnya.
Terkait dengan masalah mutu pendidikan, data dari Balitbang (2003) juga menunjukkan data bahwa dari 146.052 SD di Indonesia hanya 8 sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP), dari 20.918 SMP di Indonesia hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia sebagai The Middle Years Programe (MYP) dan dari 8.036 SMU hanya 7 mendapat pengakuan dunia sebagai The Diploma Program (DP).
Data dari Balitbang menegaskan bahwa mutu pendidikan harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah serta masyarakat Indonesia agar semua anak-anak Indonesia dapat mengenyam pendidikan yang bermutu. Tanpa pendidikan yang bermutu, lulusan-lulusan yang dihasilkan tentu tidak bermutu juga.
Dengan rendahnya layanan pendidikan dan mutu pendidikan, akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk mendapatkan lulusan yang berkualitas. Rendahnya kualitas lulusan tentu menghambat perubahan bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat dan memiliki peradapan yang maju.
Transformasi dalam pendidikan Indonesia mencakup:
1. Kebijakan pendidikan, pendidikan di Indonesia harus mengarah pada pola pembelajaran abad 21 yang lebih berpusat pada siswa.
2. Pengembangan kompetensi guru, guru harus mengubah proses pembelajaran dari tradisional yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa.
3. Teknologi, pembelajaran harus berbasis teknologi; terjadi integrasi teknologi dalam proses belajar mengajar.
4. Riset dan evaluasi, kegiatan ilmiah berupa riset harus memiliki porsi besar. Setiap proses ilmiah diberikan tindak lanjut sehingga pendidikan selalu dalam kondisi aktual dalam pengembangan dunia pendidikan.
5. Kurikulum, Penerapan kurikulum K-13 yang berbasis scientific approach merupakan langkah awal yang tepat dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia agar menghasilkan lulusan yang berkualitas meskipun kurikulum ini masih diperlukan perbaikan-perbaikan terutama pada asesmennya
Masalah-masalah pendidikan sudah dianggap sebagai sebuah kelaziman. Kini saatnya mengubah cara pandang tersebut didalam seluruh institusi birokrasi. Potret buruk pendidikan hari ini, apapun sebabnya adalah tanggung jawab kita di birokrasi pendidikan. Paparan ini tidak berpretensi untuk sekadar memberikan perintah dan target, tetapi mengajak semua pihak di dalam birokrasi untuk mencari terobosan kreatif dan mengajak masyarakat untuk membereskan masalah pendidikan. Jumlah institusi pendidikan dasar dan menengah terus meningkat sejak jaman kemerdekaan. Kini jumlahnya : Terdapat Sekolah Dasar 148.061 Sekolah Dasar,36.210 Sekolah Menengah dan 25.580 Sekolah Menengah Kejuruan. Angka partisipasi pendidikan dasar terus meningkat: pada 1975 sebesar 75%, 1980 sebesar 88%, 2000 sebesar 92%, 2004 sebesar 93%, 2006 sebesar 94%, dan 2007sebesar  95%. Pemberantasan buta huruf terus digalakkan : pada 1945 angka buta huruf 95% dan pada 2011 buta huruf hanya 8%.
Kinerja baik Indonesia pada beberapa pemetaan global, Kapasitas Berinovasi berada di urutan 30 dari 142 negara, atau setara dengan: Selandia Baru atau lebih baik dari: Spanyol, Hong Kong. Favoritisme dalam Pengambilan Keputusan, Indonesia berada di urutan 36, setara dengan: Austria, lebih baik dari: Prancis, Brazil, Amerika Serikat. Tingkat Upah dan Produktivitas, Indonesia berada di  urutan 28, setara dengan: Irlandia, lebih baik dari: Denmark, Jerman, Norwegia. Inefisiensi Belanja Pemerintahan, Indonesia berada di urutan 34, setara dengan Taiwan, lebih baik dari: Jerman, Inggris, Israel. Keberdayaan/kecermatan Konsumen, Indonesia berada di urutan  51, setara dengan Brazil, lebih baik dari Russia, Turki, Brunei. Beban Regulasi Pemerintah, Indonesia berada di urutan, setara dengan Luxemburg, lebih baik dari Austria dan Belanda. Namun, berita buruknya 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan. Hal tersebut berdasarkan pemetaan oleh KEMDIKBUD terhadap 40.000 sekolah pada tahun 2012 ternyata 44,5 nilai rata-rata uji kompetensi guru. Padahal, standar yang diharapkan adalah 70. Hal tersebut terungkap dari Hasil Uji Kompetensi Guru pada tahun 2012 terhadap 460.000 guru. Posisi Indonesia di urutan 40 dari 40 negara pada pemetaan The Learning Curve - Pearson. Indonesia juga termasuk pada 10 negara berkinerja terendah  dan berada pada peringkat 49 dari 50 negara pada pemetaan mutu pendidikan tinggi. Indonesia berada pada posisi 40 dari 42 negara untuk literasi sains, berdasarkan pemetaan Trends in International Mathematics and Science Studies tahun 2011.
Pemetaan TIMSS & PIRLS 2011 menyebutkan Kinerja Indonesia pada Mathematics berada di urutan 38 dari 42 negara, Science 40/42 negara, dan   Reading 41/45.
Indonesia juga ada pada posisi 64 dari 65 negara pada pemetaan PISA pada tahun 2012
Kinerja Indonesia ada pada posisi stagnan sejak PISA tahun 2000, tidak menunjukkan peningkatan/penurunan signifikan. Cenderung stagnan pada nilai kinerja rendah.
Pada PISA bidang literasi Matematika : 76% Anak Indonesia di PISA yang tidak mencapai level 2 yang merupakan level minimal untuk keluar dari kategori low achievers. Jumlah anak yang mencapai level tertinggi (5 dan 6) hanya 0,3%. UNESCO pada 2012 menyebut hanya minat baca orang Indonesia hanya 0,001 atau hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia punya minat baca serius.
Kekerasan fisik juga menjadi berita yang tiada henti, baik   kekerasan fisik oleh/terhadap pelajar yang terjadi di luar sekolah. Tidak hanya fisik, tapi juga kekerasan seksual oleh/terhadap pelajar di luar sekolah.  Kekerasan seksual bahkan terjadi di DALAM lingkungan persekolahan. Dalam penelusuran sementara, terdapat lebih dari 230 berita kekerasan anak/pelajar di media daring selama periode bulan Oktober-November 2014. 
Indonesia berada pada posisi 103 dari 142 negara dalam hal Suap Menyuap dan Pungutan Liar, setara dengan: Moldova, lebih buruk dari: Senegal, Mozambik, Ethiopia. Transparansi dalam Pemerintahan berada pada posisi 87, setara dengan Tanzania dan Burkina Faso, lebih buruk dari: Benin, Malawi, Sri Lanka. Dalam hal Kejahatan Terorganisir, Indonesia berada pada posisi 109,  setara dengan: Burundi atau lebih buruk dari: Kamboja, Bangladesh.
Dalam hal  Perilaku Etis oleh Perusahaan, Indonesia di urutan 107 atau setara dengan Kenya,   lebih buruk dari Zimbabwe, Burkina Faso.
a.    Reformasi Pendidikan Tiongkok
1)   Reformasi Evaluasi Hijau
Pada bulan Juni 2013, pemerintah pusat Cina mengeluarkan panduan untuk seluruh propinsi dalam mereformasi model penilaian mutu pendidikan. Ada 5 area yang jadi penilaian:
  • Perkembangan Moral yang diindikasikan oleh perilaku dan kebiasaan, kewarganegaraan, kepribadian dan karakter, serta ambisi dan prinsip-prinsip yang dianut.
  • Perkembangan Akademik yang diindikasikan oleh pengetahuan dan keahlian, pemikiran disiplin, kemampuan aplikasi serta kreativitas.
  • Kesehatan Jiwa dan Raga yang diindikasikan oleh kebugaran fisik, kebiasaan hidup sehat, selera artistik dan keindahan, kesehatan emosional, kemampuan mengendalikan diri serta komunikasi interpersonal.
  • Perkembangan Minat dan Bakat Unik yang diindikasikan oleh rasa ingin tahu, bakat dan keahlian unik, serta penemuan dan pengembangan potensi diri.
  • Pengurangan Beban Akademik yang diindikasikan oleh waktu belajar misalnya: lamanya jam pelajaran, pekerjaan rumah, waktu untuk tidur, dll.), kualitas instruksi, tingkat kesulitan pelajaran serta tekanan akademik. Pengurangan Beban Akademik
    Pada bulan Agustus 2013, pemerintah Cina mengeluarkan dokumen lanjutan untuk mendorong daerah dan sekolah mengurangi beban akademik bagi siswa pendidikan dasar:
  • Penerimaan siswa yang transparan dan hanya berdasarkan domisili siswa.
  • Pengelompokan siswa dan guru secara seimbang dan acak, tanpa kelas-kelas khusus.
  • Pengajaran dengan asumsi kecakapan siswa mulai nol dan tidak ada ekspektasi akademik tinggi.
  • Tidak ada pekerjaan rumah tertulis, tapi boleh memberi PR dengan ortu dan masyarakat.
  • Mengurangi ujian. Standardized test dilarang untuk kelas 1-3 SD. Berikutnya, hanya boleh satu per semester.
  • Evaluasi kategorikal. Sekolah tidak boleh memberi nilai angka, tapi kategori mulai cukup sampai  luar biasa.
  • Meminimalkan material tambahan. Hanya boleh satu material tambahan selain buku utama.
  • Tidak boleh ada kelas tambahan.
  • Kegiatan olahraga minimal satu jam. Sekolah juga harus berikan waktu istirahat dan relaksasi yang cukup.
  • Memperkuat dukungan pada sekolah. Otoritas pendidikan di semua tingkat kepemerintahan harus melakukan inspeksi secara periodik dan mengawasi langkah nyata dalam mengurangi beban akademik siswa, serta wajib mempublikasikan temuannya.
b.    Reformasi Pendidikan Korsel
Pengaruh College Scholastic Aptitude Test [CSAT/SUNEUNG] yang dianggap sakral, mengakibatkan pendidikan Korsel lebih banyak digerakkan oleh hagwon/bimbel.
Pemerintah Korsel melakukan beberapa reformasi untuk mengurangi ketergantungan pada tes. Mengadakan razia kepada hagwon yang masih ada kegiatan belajar di atas jam 22.00. Mendorong universitas melakukan penerimaan mahasiswa tidak hanya berdasar CSAT.
c.    Reformasi Pendidikan AS
Karena merasa tertinggal oleh negara-negara Asia Timur dalam berbagai pemetaan pendidikan global, Amerika Serikat mendorong inisiatif kurikulum inti.  Pemerintah federal menggunakan politik anggaran untuk mendorong negara bagian menyesuaikan kurikulum daerah dan tes terstandarnya dengan Common Core.  Ironisnya, ketika AS mengetatkan standardisasi untuk mengejar Cina dan Korsel, justru Cina dan Korsel mereformasi pendidikannya menjadi lebih fleksibel seperti pendidikan AS sebelumnya.
d.    Reformasi Pendidikan Polandia
Pada tahun 1998, Polandia melakukan reformasi pendidikan dimulai dengan membuat kurikulum inti yang baru. Polandia juga mengirimkan 25% guru kembali ke LPTK untuk dididik kembali, serta mengubah jalur pendidikan dengan memundurkan penjurusan siswa selama setahun. Terakhir, guru diberi otonomi untuk memilih buku teks sendiri serta mengembangkan atau memilih di antara lebih dari 100 opsi kurikulum spesifik yang sudah disetujui oleh pemerintah pusat.
e.    Reformasi Pendidikan Inggris
Pemerintah Inggris baru saja menerapkan kurikulum baru yang menjadi pembicaraan karena memasukkan materi pemrograman komputer kepada siswa sejak dini untuk melatih kemampuan logika. Perubahan kurikulum dilakukan secara bertahap: diumumkan pada 2010, dilanjutkan penyusunan dan uji publik intensif selama dua tahun, uji coba penerapan pada tahun 2013, diakhiri dengan penerapan bertahap mulai tahun 2014 sampai dengan 2017.
f.     Reformasi Pendidikan Finlandia
Reformasi pendidikan Finlandia dimulai sejak akhir 1970-an dan awal 1980-an, melalui tiga fase:
  • 1980-an: Berpikir ulang tentang dasar-dasar teoretis dan metodologis persekolahan.
  • 1990-an: Peningkatan melalui platform berjejaring dan perubahan yang dikelola secara mandiri oleh satuan pendidikan.
  • 2000-an: Efisiensi administrasi dan struktur pendidikan dan persekolahan.
  • Reformasi pendidikan di Finlandia dilepaskan dari kepentingan politik. Pemerintah yang berganti-ganti tidak membatalkan arah reformasi. Beberapa poin penting pendidikan Finlandia diantaranya:
  • Guru adalah profesi yang sangat dihormati dan memiliki otonomi besar dalam mengendalikan konten & arah pembelajaran.
  • Sekolah negeri sangat mendominasi karena pemerintah berusaha mewujudkan paradigma setiap sekolah adalah sekolah baik.
  • Pendidikan Finlandia berusaha mengejar kesetaraan bukan kesempurnaan, berusaha mendorong kooperasi, bukan kompetisi.
  • Finlandia menggunakan closed loop system yang mendukung lifelong learning.
Pendidikan Finlandia dan Ki Hadjar Dewantara
Finlandia menempatkan standardisasi pendidikan secara proporsional sementara Ki Hadjar Dewantara beranggapan bahwa jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi. [Pusara, Januari 1940]
Di Finlandia kesetaraan berpengaruh besar pada kinerja pendidikan. Begitu pun dengan Ki Hadjar Dewantara, rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan berkualitas sesuai kepentingan hidup kebudayaan dan kepentingan hidup kemasyarakatannya. Di Finlandia standardisasi kaku dan berlebihan adalah musuh kreativitas.
Ki Hadjar Dewantara beranggapan bahwa anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, tak mungkin pendidik mengubah padi menjadi jagung, atau sebaliknya. Finlandia anak harus bermain. Juga Ki Hadjar Dewantara bermain adalah tuntutan jiwa anak untuk menuju ke arah kemajuan hidup jasmani maupun rohani. Ironis ketika negara lain menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang ditulis puluhan tahun lalu dan sukses meningkatkan kinerja pendidikan mereka, kita sendiri semakin terasing dari pemikiran-pemikirannya.
Kesimpulan
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat jauh jika dibandingkan dengan beberapa negara-negara lainnya. Masih banyak problematika yang harus dibenahi oleh pemerintah dalam menangani permasalahan pendidikan ini. Dengan membangun kualitas pendidikan juga meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. pendidikan di Indonesia berada dalam posisi gawat darurat. Beberapa kasus yang menggambarkan kondisi ini diantaranya adalah Indonesia merupakan negara yang masuk dalam kategori negara berkembang. Maka pendidikannya juga masih dikatakan berkembang. Maka dari itu, dalam menangani masala-hmasalah pendidikan di negeri ini, perlu bekerja sama antar elemen pemerintahan dan dibantu dengan masyarakat. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan masyarakat dan orang-orang yang punya kepentingan bagi terwujudnya Indonesia yang maju.

Daftar Pustaka

ANTARA News. 2014. Gawat darurat pendidikan di Indonesia ( Mendikbud Anies Baswedan). (online) diakses tanggal 19 April pukul 11.30.

Sujarwo.2015. Pendidikan Di Indonesia Memprihatinkan. Yogyakarta: UNY
Previous
Next Post »